Lingkungan
Banjir Jabodetabek: Dampak Krisis Iklim terhadap Infrastruktur Perkotaan
Banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya di Jabodetabek menonjolkan tantangan infrastruktur mendesak dan dampak iklim; apakah solusi efektif akan muncul tepat waktu untuk melindungi komunitas perkotaan?

Saat kita menghadapi krisis iklim yang semakin meningkat, wilayah Jabodetabek menjadi pengingat keras tentang kerentanan yang dihadapi oleh area perkotaan. Baru-baru ini, area tersebut mengalami banjir besar, khususnya di Bekasi, di mana tingkat air naik hingga tiga meter, mempengaruhi sekitar 140 rumah. Situasi ini menunjukkan dampak serius perubahan iklim terhadap infrastruktur perkotaan.
Ini adalah panggilan untuk kita memeriksa bagaimana perencanaan perkotaan dan pengelolaan banjir belum cukup dalam mengatasi tantangan ini.
Urbanisasi di cekungan sungai Bekasi telah melonjak, naik dari hanya 5,1% area terbangun pada tahun 1990 menjadi 42% pada tahun 2022. Perkembangan cepat ini secara drastis mengurangi kapasitas penyerapan air alami tanah, meningkatkan risiko banjir.
Dengan lebih dari 40% wilayah Jakarta yang berada di bawah permukaan laut, jelas bahwa perencanaan perkotaan tidak mengimbangi realitas perubahan iklim. Kita berada dalam posisi yang berbahaya, di mana kejadian cuaca ekstrem bukan lagi anomali, melainkan norma baru.
Pada Januari 2025 saja, kerugian ekonomi yang diperkirakan dari banjir di Jabodetabek melampaui Rp10 triliun. Itu bukan hanya statistik; itu mencerminkan beban finansial bagi keluarga, bisnis, dan ekonomi lokal.
Kita tidak bisa mengabaikan bahwa krisis ini diperparah oleh sistem drainase yang ketinggalan zaman dan hilangnya ruang hijau yang mengkhawatirkan. Seiring beton terus menyebar, kita kehilangan buffer alami penting yang membantu mengelola air hujan.
Pemerintah lokal dan pusat telah didesak untuk memprioritaskan ketahanan iklim dalam perencanaan perkotaan, tetapi kita perlu bertanya apakah mereka benar-benar mendengarkan. Regulasi yang lebih ketat diperlukan untuk mengatasi krisis banjir, namun kita melihat keengganan untuk berubah.
Sangat penting bagi kita untuk mendorong praktik yang lebih berkelanjutan yang menggabungkan infrastruktur hijau ke dalam desain perkotaan. Kita harus mendorong strategi pengelolaan banjir yang komprehensif yang mengakui keterkaitan antara perubahan iklim dan kehidupan perkotaan.
Jika kita terus pada lintasan saat ini, kita berisiko menghadapi peristiwa banjir yang lebih katas trofik. Seruan tindakan kita jelas: kita harus menuntut para pemimpin kita untuk mengambil langkah berani menuju perencanaan perkotaan yang inovatif yang mempertimbangkan ketahanan iklim.
Bersama-sama, kita dapat mempengaruhi narasi dan memastikan bahwa kota-kota kita beradaptasi dan berkembang di tengah tantangan ini. Ini bukan hanya tentang bertahan; ini tentang merebut kembali kebebasan kita untuk hidup dalam lingkungan yang aman dan berkelanjutan. Saatnya untuk bertindak adalah sekarang.