Hukum & Kriminal

Pengakuan Agung Sedayu: SHGB di Laut Tangerang Dibeli Dari Warga

Ulasan tentang pengakuan Agung Sedayu Group terhadap SHGB di Laut Tangerang yang dibeli dari warga lokal memunculkan pertanyaan penting mengenai hak komunitas dan dampaknya.

Pengakuan Agung Sedayu Group terhadap SHGB di Laut Tangerang, yang dibeli dari penduduk lokal, menyoroti isu penting mengenai hak-hak komunitas dan pembangunan. Dengan memperoleh 263 bidang SHGB, yang sebagian besar dikuasai oleh PT Intan Agung Makmur, perusahaan tersebut memperkuat posisinya secara strategis hanya 30 km dari enam distrik, sambil meminimalisir tumpang tindih dengan zona maritim. Kepemilikan ini didukung oleh dokumen sejarah dan dikonfirmasi oleh Kantor Pertanahan Tangerang. Reaksi lokal menunjukkan rasa lega, terutama di antara nelayan yang mencari akses laut tanpa batasan. Saat kita mengeksplorasi implikasinya lebih lanjut, kita menemukan lebih banyak tentang dampak berkelanjutan pada komunitas dan kebutuhan advokasi.

Kepemilikan dan Lokasi SHGB

Agung Sedayu Group (AGS) memiliki porsi besar Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Desa Kohod, Pakuhaji, Tangerang, yang terletak strategis hanya 30 kilometer dari enam kecamatan.

Pengadaan tanah dari penduduk lokal menunjukkan komitmen kami untuk mengembangkan area ini sambil menghormati konteks sejarahnya.

Dengan 263 bidang SHGB yang teridentifikasi, AGS memiliki bagian yang substansial, memastikan hak kepemilikan yang kuat yang didukung oleh transaksi terdokumentasi.

Pengacara kami menekankan bahwa area SHGB ini memiliki tumpang tindih minimal dengan zona maritim, memperkuat legitimasi klaim kami.

Kantor Pertanahan Tangerang mengonfirmasi proses pendaftaran tanah pada tahun 2023, memperkuat kedudukan hukum kami.

Konteks Hukum dan Regulasi

Saat menjelajahi lanskap hukum yang mengelilingi Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Tangerang, sangat penting untuk memahami konteks historis yang memberi informasi pada regulasi saat ini.

Kompleksitas kepemilikan tanah di sini dibentuk oleh berbagai faktor:

  • 263 bidang SHGB teridentifikasi, dengan PT Intan Agung Makmur mengendalikan 234.
  • Dokumentasi girik historis dari tahun 1982 menjadi dasar untuk sertifikat saat ini.
  • Konfirmasi kepemilikan terkini oleh Kantor Pertanahan Tangerang memperkuat kerangka regulasi.
  • Investigasi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang menyoroti kekhawatiran terkait legitimasi SHM dan SHGB.

Dampak Komunitas dan Reaksi

Saat penghalang pantai dirobohkan, banyak di komunitas kami merasakan gelombang kelegaan menyelimuti mereka, terutama nelayan lokal yang kesulitan mengakses area penangkapan ikan tradisional mereka.

Nelayan Toyib menekankan keinginan kolektif kami untuk akses laut yang tidak terbatas, menyoroti pentingnya mempertahankan hak penangkapan ikan kami. Tindakan pemerintah telah memicu reaksi positif, menandakan pergeseran potensial menuju peningkatan mata pencaharian dan kesejahteraan.

Namun, momen ini juga memicu diskusi penting tentang hak dan akses kami terhadap sumber daya pesisir. Kami mengakui kebutuhan akan keterlibatan komunitas yang kuat dalam upaya reklamasi di masa depan, memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan lahan.

Kesadaran kami tentang masalah kepemilikan tanah pesisir semakin berkembang, mendorong kami untuk mengadvokasi kepentingan komunitas kami dan melindungi warisan kami.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Trending

Exit mobile version