Lingkungan
Krisis Iklim Global: Pelajaran dari Banjir Jabodetabek untuk Negara Berkembang
Mengelola urbanisasi dan perubahan iklim, pelajaran dari banjir Jabodetabek menunjukkan tindakan mendesak yang dibutuhkan untuk ketahanan di masa depan—apa yang akan dipelajari oleh negara-negara berkembang dari ini?

Saat kita merenungkan banjir yang baru-baru ini melanda Jabodetabek, khususnya di Bekasi, jelas bahwa dampak urbanisasi yang cepat dan perubahan iklim membutuhkan perhatian kita segera. Transformasi penggunaan lahan selama tiga dekade terakhir ini sangat mengejutkan. Area yang dibangun melonjak dari hanya 5,1% pada tahun 1990 menjadi 42% yang mengkhawatirkan pada tahun 2022. Perubahan drastis ini telah sangat mengurangi kemampuan wilayah tersebut untuk menyerap air hujan, menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan, tak terhindarkan, banjir. Kita harus bertanya pada diri sendiri: bagaimana kita membiarkan ini terjadi?
Banjir yang terjadi pada tanggal 19-20 Februari 2021, menjadi pengingat keras atas kerentanan kita. Dengan curah hujan yang melebihi 200 mm dalam beberapa jam saja, keparahan kejadian ini mencerminkan tren yang mengkhawatirkan—satu yang terkait dengan perubahan iklim. Banjir itu mempengaruhi 20 lokasi di tujuh distrik di Bekasi, menyebabkan korban jiwa dan menggusur banyak keluarga. Ini adalah panggilan bangun yang tidak bisa kita abaikan. Kebutuhan akan kesiapsiagaan bencana yang efektif dan strategi adaptasi iklim belum pernah seurgent ini.
Kita perlu mendorong peningkatan pengelolaan banjir dan perencanaan perkotaan. Pemerintah lokal harus menerapkan regulasi yang lebih ketat terhadap penggunaan lahan untuk mengutamakan ketahanan iklim. Ini berarti berpikir lebih dari sekedar infrastruktur; kita harus membayangkan ruang perkotaan yang hidup berdampingan dengan alam. Ini tentang menciptakan lingkungan di mana ruang terbuka hijau berlimpah, memungkinkan untuk penyerapan air dan mengurangi aliran permukaan. Kita tidak bisa terus membangun surga dan berharap bisa lolos dari konsekuensinya.
Keterlibatan komunitas sangat penting. Kita harus melibatkan penduduk lokal dalam pengelolaan lingkungan, memastikan bahwa mereka adalah peserta aktif dalam membentuk lingkungan sekitar mereka. Dengan memulihkan area hutan hulu dan memperkenalkan ruang hijau, kita dapat menciptakan buffer terhadap banjir. Ini bukan hanya tentang melindungi rumah kita; ini tentang mendorong masa depan yang berkelanjutan untuk generasi yang akan datang.
Saat kita melangkah maju, mari kita tidak hanya merenungkan pelajaran yang dipetik dari banjir di Jabodetabek, tetapi juga menggunakannya sebagai katalis untuk perubahan. Kita memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perencanaan perkotaan, menuntut akuntabilitas dari pemimpin kita, dan mendorong masa depan yang tahan terhadap iklim. Kita tidak boleh membiarkan trauma dari banjir ini memudar dalam ingatan tanpa tindakan.
Bersama-sama, kita dapat mendorong pendekatan yang lebih berkelanjutan dan adil terhadap kota-kota kita, memastikan bahwa kita lebih siap untuk tantangan iklim apa pun yang mendatang.